PAJAK
A.Pengertian
Pajak
Pajak
adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat
dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut
penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi
barang-barang dan jasa kolektif untuk
mencapai kesejahteraan umum.
Lembaga Pemerintah yang
mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang
merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik
Indonesia.
B.Pengertian Menurut Para Ahli
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang
"pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
1.Rifhi Siddiq
Pajak adalah iuran yang dipaksakan
pemerintahan suatu negara dalam periode tertentu kepada wajib pajak yang
bersifat wajib dan harus dibayarkan oleh wajib pajak kepada negara dan bentuk
balas jasanya tidak langsung
2.Leroy Beaulieu
Pajak adalah bantuan, baik secara
langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau
dari barang, untuk menutup belanja pemerintah
3.P. J. A. Adriani
Pajak adalah iuran masyarakat kepada
negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan
4.Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro
SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang
berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat
kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan
untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment'
5.Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel
M., & Brock Horace R
Pajak adalah suatu pengalihan sumber
dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun
wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa
mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat
melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat
kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak
menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan
individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan
jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan
jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul
karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga
negara untuk menyetorkan sejumlah
penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan
uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari
pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan
undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar
pajak.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana
telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum
dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang
Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat''
C.Unsur pajak
Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak, baik
pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta
ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang
dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur
Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga yang terdapat pada
pengertian pajak, antara lain sebagai berikut:
1. Pajak dipungut berdasarkan
undang-undang. UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan,
"pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara
diatur dalam undang-undang."
2.Tidak mendapatkan jasa timbal
balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor
akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak
kendaraan bermotor.
3.Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan
umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun
pembangunan.
4.Pemungutan pajak dapat
dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila
wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi
sesuai peraturan perundang-undangan.
5.Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara
yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak
juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara
dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
D.Jenis Pajak
Di tinjau dari segi Lembaga Pemungut Pajak
dapat di bagi menjadi dua jenis yaitu:
Sering disebut juga Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut
oleh Pemerintah Pusat yang terdiri dari:
Pajak
penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan,
perusahaan atau badan hukum lainnya. Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresif,
proporsional, atau regresif.Diatur dalam UU
No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah terakhir kali dengan UU
Nomor 36 Tahun 2008
Pajak
Pertambahan Nilai
(PPN) adalah pajak
yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam
peredarannya dari produsen ke konsumen.
Diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009
c)
Bea Materai
Bea Meterai merupakan pajak yang
dikenakan terhadap dokumen yang menurut Undang-undang Bea Meterai menjadi objek
Bea Meterai. Atas setiap dokumen yang menjadi objek Bea Meterai harus sudah
dibubuhi benda meterai atau pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan cara lain
sebelum dokumen itu digunakan.Diatur dalam UU
No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai.
d)
Bea
Masuk
Bea
masuk adalah
pungutan negara berdasarkan undang-undang yang dikenakan terhadap barang yang
memasuki daerah pabean(instansi
,jawatan, kantor yang mengawasi, memungut, dan
mengurus bea masuk (impor) dan bea keluar (ekspor)). Sebagai salah satu jenis
pajak berdasar asas domisili.Diatur
dalam UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17
Tahun 2006 tentang Kepabeanan
e)
Bea Cukai
Cukai adalah
pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai
sifat dan karakteristik tertentu, yaitu: konsumsinya perlu dikendalikan,
peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi
masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan
negara demi keadilan dan keseimbangan.
Di Indonesia, cukai dipungut oleh Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai Departemen Keuangan
Republik Indonesia. Barang kena cukai meliputi:
1.etil alkohol atau etanol, dengan
tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya
2.minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun,
dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya,
termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol
3.hasil tembakau,
yang meliputi sigaret, cerutu,
rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak
mengindahkan bahan yang digunakan atau bahan pengganti atau bahan pembantu
dalam pembuatannya. Diatur dalam UU No. 11 Tahun 1995. UU No. 39 Tahun 2007
tentang Cukai.
PAJAK DAERAH adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang ,dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi
sebesar-besarnya kebutuhan rakyat.Sementara Retribusi daerah adalah pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan atau di berikan oleh pemerintah daerah untukepentingan prbadi
atau badan.
Sesuai UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
berikut jenis-jenis Pajak Daerah:
a) Pajak
Provinsi terdiri dari:
a.
Pajak
Kendaraan Bermotor;
b.
Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c.
Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d.
Pajak
Air Permukaan; dan
e.
Pajak
Rokok.
b) Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
a.
Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3211, diatur bahwa pejabat diplomatik dan pejabat perwakilan
konsuler dibebaskan dari semua pungutan dan pajak. - pajak, baik pajak pusat
maupun pajak daerah
b.
Pajak
Hotel,Setiap restoraunt atau hotel tidak bisa memaksa perwakilan diplomatik dan
konsuler untuk membayar pajak daerah (PB-1 dari Pajak Restoran);
c.
Pajak
Restoran;
d.
Pajak
Hiburan;
e.
Pajak
Reklame;
f.
Pajak
Penerangan Jalan;
g.
Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan;
h.
Pajak
Parkir;
i.
Pajak
Air Tanah;
j.
Pajak
Sarang Burung Walet;
k.
Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Ø Ditinjau Berdasarkan wujudnya, pajak
dibedakan menjadi:
a.
Pajak
langsung adalah pajak yang dibebankan secara langsung kepada wajib pajak
seperti pajak pendapatan, pajak kekayaan.
b.
Pajak
tidak langsung adalah pajak/pungutan wajib yang harus dibayarkan sebagai
sumbangan wajib kepada negara yang secara tidak langsung dikenakan kepada wajib
pajak seperti cukai rokok dan sebagainya.
Ø Ditinjau Berdasarkan jumlah yang
harus dibayarkan, pajak dibedakan menjadi:
a.
Pajak
pendapatan adalah pajak yang dikenakan atas pendapatan tahunan dan laba dari
usaha seseorang, perseroan terbatas/unit lain.
b.
Pajak
penjualan adalah pajak yang dibayarkan pada waktu terjadinya penjualan
barang/jasa yang dikenakan kepada pembeli.
c.
Pajak
badan usaha adalah pajak yang dikenakan kepada badan usaha seperti perusahaan
bank dan sebagainya.
Ø Ditinjau berdasarkan
pungutannya,pajak dapat dibedakan menjadi:
a.
Pajak
bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak/pungutan yang dikumpulkan oleh pemerintah
pusat terhadap tanah dan bangunan kemudian didistrubusiakan kepada daerah
otonom sebagai pendapatan daerah sendiri.
b.
Pajak
perseroan adalah pungutan wajib atas laba perseroan/badan usaha lain yang
modalnya/bagiannya terbagi atas saham–saham.
c.
Pajak
siluman adalah pungutan secara tidak resmi/pajak gelap dan merupakan sumber
korupsi.
d.
Pajak
transit adalah pajak yang dipungut di tempat tertentu yang harus dilalui oleh
pengangkutan orang/barang dari suatu tempat ke tempat lain.
E.Undang - undang Perpajakan Negara
1.
Undang-Undang Nomor
6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2009.
2.
Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008.
3.
Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah Undang-Undang Nomor
42 Tahun 2009.
4.
Undang-Undang Nomor
10 tahun 1995 tentang Kepabeanan Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2006.
5.
Undang-Undang Nomor
11 Tahun 1995 tentang Cukai Undang-Undang Nomor
39 Tahun 2007.
F.Fungsi pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan
sumber pendapatan negara
untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas
maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
· Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan,
negara membutuhkan biaya. Biaya
ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk
pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk
pembiayaan pembangunan, uang
dikeluarkan dari tabungan
pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan
pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan
pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari
sektor pajak.
· Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak
bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka
menggiring penanaman modal,
baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas
keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah
menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
· Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk
menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain
dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak,
penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
· Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk
membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan
sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat.
G.Syarat pemungutan pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar
pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena
dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan
pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
· Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam
hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam
pelaksanaannya.
Contohnya:
1.
Dengan
mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak.
2.
Pajak
diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak.
3.
Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai
dengan berat ringannya pelanggaran.
· Pengaturan pajak harus berdasarkan
UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak
dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan
Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan
UU tentang pajak, yaitu:
· Pemungutan pajak yang dilakukan oleh
negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
· Jaminan hukum bagi para wajib pajak
untuk tidak diperlakukan secara umum
· Jaminan hukum akan terjaganya
kerasahiaan bagi para wajib pajak
· Pungutan pajak tidak mengganggu
perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak
mengganggu kondisi perekonomian,
baik kegiatan produksi,
perdagangan, maupun jasa.
Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak,
terutama masyarakat kecil dan menengah.
· Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus
diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya
pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus
sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan
mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun
dari segi waktu.
· Sistem pemungutan pajak harus
sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan
dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam
menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat
positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran
pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin
enggan membayar pajak.
Contoh:
1. Bea materai disederhanakan dari 167
macam tarif menjadi 2 macam tarif
2. Tarif PPN yang beragam
disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%
3. Pajak perseorangan untuk badan dan
pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan
(PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)
H.Asas pemungutan
Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa
ahli yang mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:
1. Menurut Adam
Smith dalam bukunya Wealth of Nations
dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan
pajak adalah sebagai berikut;
· Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan):
pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan
penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap
wajib pajak.
· Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus
berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
· Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas
kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat
yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya
atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
· Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak
diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih
besar dari hasil pemungutan pajak.
2. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai
berikut:
· Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar
kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin
tinggi pajak yang dibebankan.
· Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
· Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
· Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu
dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan
sama).
· Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya
(serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga tidak
memberatkan para wajib pajak.
3. Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
· Asas politik finansial: pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga
dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara.
· Asas ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat, misalnya: pajak
pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah
· Asas keadilan: pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi,
untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
· Asas administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana
harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan
besarnya biaya pajak.
· Asas yuridis: segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.
I.Asas Pengenaan Pajak
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau
kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai
keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan
yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam
Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan
negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu
undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan
dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara
sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya
untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh
negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:
1.
Asas
domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle):
berdasarkan asas ini negara
akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan,
apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk
(resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan
berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana
penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara
yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan
menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas
penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh
di luar negeri (world-wide income concept).
2.
Asas
sumber: Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila
penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang
pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara
itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari
orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi
landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari
negara itu. Contoh: Tenaga kerja
asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan
dikenakan pajak oleh pemerintah
Indonesia.
3.
Asas
kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship
principle): Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah
status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan.
Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang
akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem
pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara
menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.
Terdapat beberapa perbedaan
prinsipil antara asas domisili atau kependudukan dan asas nasionalitas atau
kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama,
pada kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan
kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan
dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau
berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara (dalam
asas nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak
tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi
landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan
pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang
memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua
asas yang disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang
diperoleh di mana saja (world-wide income), sedangkan pada asas sumber,
penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada penghasilan-penghasilan
yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara yang bersangkutan.
Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi salah satu asas
saja, tetapi mengadopsi lebih dari satu asas, bisa gabungan asas domisili
dengan asas sumber, gabungan asas nasionalitas dengan asas sumber, bahkan bisa
gabungan ketiganya sekaligus.
Indonesia,
dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek
pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber
sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas
kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai
pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.
Jepang, misalnya
untuk individu yang merupakan penduduk (resident individual) menggunakan asas
domisili, di mana berdasarkan asas ini seorang penduduk Jepang berkewajiban membayar pajak penghasilan atas keseluruhan
penghasilan yang diperolehnya, baik yang diperoleh di Jepang maupun di luar
Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan penduduk (non-resident) Jepang, dan
badan-badan usaha luar negeri berkewajiban untuk membayar pajak penghasilan
atas setiap penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di Jepang.
Australia,
untuk semua badan usaha milik negara maupun swasta yang berkedudukan di Australia, dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh
dari seluruh sumber penghasilan. Sementara itu, untuk badan usaha luar negeri,
hanya dikenakan pajak atas penghasilan dari sumber yang ada di Australia.
J.Teori pemungutan
Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH, dalam bukunya Pengantar
Ilmu Hukum Pajak, ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan
pajak, yaitu:
1.
Teori
asuransi, menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya dari segala
kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta bendanya.
Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian asuransi diperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi
kepada negara. Teori ini banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan
dengan perusahaan asuransi.
2.
Teori
kepentingan, menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya
kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam
perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan,
maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak
ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan orang miskin lebih tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan jaminan sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang miskin justru dibebaskan dari
beban pajak.
K.Penerimaan Pajak di Indonesia
Penerimaan pajak tahun 2012 adalah 835,25 Triliun,
dibandingkan dengan realisasi Tahun 2011 maka realisasi penerimaan perpajakan
tahun 2012 naik sebesar 92,53 Trilyun atau mengalami pertumbuhan sebesar 12,
47 %. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan Produk
Domestik Bruto (PDB) tahun 2012 sebesar 10,87%. Realisasi penerimaan pajak 2012
per jenis pajak :
· Pajak Penghasilan
(PPh) Rp464,66 triliun
· Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan
PPnBM) Rp336,05 triliun
· Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp28,96 triliun
Rencana penerimaan pajak Tahun 2013 adalah sebesar
Rp1.042,32 triliun atau tumbuh 24,79% dibandingkan dengan realisasi penerimaan
tahun 2012. Penerimaan tersebut memberikan kontribusi sebesar 68,14% dari
rencana anggaran Pendapatan Negara Tahun 2013 sebesar Rp1.529,67
triliun.Pendapatan pajak itu belum termasuk pendapatan cukai, bea masuk, dan
pendapatan pungutan ekspor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar